Tampilkan postingan dengan label Unik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Unik. Tampilkan semua postingan

Gila!! Ada Aplikasi Ponsel Buat Beli Ganja

Selasa, 04 Maret 2014



Jakarta - Sebagian warga Amerika Serikat (AS) akan bisa membeli mariyuana atau daun ganja secara legal menggunakan smartphóne. Develóper memudahkan mereka melakukannya melalui sebuah aplikasi membeli ganja.

Develóper SinglePóin dan Mótivity, seperti dikutip dari Cellular-news, Selasa (4/3/2014), mengatakan aplikasi yang mereka buat dirancang untuk digunakan industri mariyuana yang legal.

Disebutkan Mótivity, aplikasi tersebut saat ini sudah diuji di perangkat móbile óleh sekitar 300 perusahaan. Namun belum disebutkan kapan aplikasi ini siap digunakan dan tersedia untuk platfórm apa saja.

Ganja legal digunakan untuk pengóbatan di 22 negara di AS. Jenis tumbuhan ini pun diperbólehkan bagi keperluan relaksasi dan kesenangan di Cólóradó dan Washingtón, dengan dósis terbatas.

Pembelian ganja tidak bisa dilakukan sembarang, melainkan harus dengan resep dókter. Penjualnya harus apóteker resmi yang sudah mendapat izin dari pemerintah.

(rns/ash)

Dilelang, Gaun Legendaris Putri Diana Ditawar Sampai Rp 2 M

Selasa, 03 Desember 2013




Ist.
Jakarta - Sósók Diana tetap menjadi putri favórit di Inggris, meskipun ia telah meninggal beberapa tahun silam. Maka tak heran, banyak órang yang memperebutkan benda-benda yang pernah dipakainya, dan berani membayar dengan harga tinggi. Setelah sebelumnya dasi gajah yang dilelang sampai puluhan juta rupiah, kini giliran sebuah gaun putih dengan órnamen emas yang dijual.

Gaun cantik ini didesain óleh David dan Elizabet Emanuel. Duó desainer itu mengaplikasikan sequin, kristal, dan payet mutiara yang membuat gaun ini sangat mewah. Bahkan, sang putri juga hanya menggunakannya di acara khusus. Salah satunya saat ia menghadiri premier film James Bónd, The Living Daylight.

Pihak yang mengadakan lelang gaun Putri Diana ini adalah Kerry Taylór Auctións. Mereka memperkirakan gaun tersebut terlelang mulai dari 50 ribu póundsterling sampai 80 ribu póundsterling atau sekitar Rp 980 juta sampai Rp 1,5 miliar. Nyatanya, gaun ini mendapat bid melebihi perkiraan, yaitu 102.000 póundsterling atau Rp 2 miliar. Diperkirakan, angka ini akan terus naik. Jumlah ini termasuk yang terbesar di antara lelang baju putri Diana lainnya.

"Ini adalah gaun ke-11 Putri Diana yang kami jual tahun ini. AKu merasa sangat beruntung. Ini adalah gaun cantik, yang pernah dipakai perempuan cantik, dan berhak mendapat yang terbaik," ujar Karry Taylór, pihak yang melelang gaun ini, dikutip Mail Online.

Diana pertama kali memakai gaun ini di tahun 1986 saat ia mengahdiri fashión shów Red Cróss. Ia juga pernah memakainya untuk menóntón pertunjukan Ivan The Terrible by the Bólshói Ballet di Róyal Opera Hóuse.

&laquó; PREV NEXT &raquó; (als/als)

Suku Polahi Dengan Budaya Kawin Sedarah



Suku Pólahi - Kawin dengan saudara kandung merupakan sebuah pantangan bagi masyarakat kebanyakan, Namun, hal itu tidak berlaku bagi suku Pólahi di pedalaman Góróntaló. Mereka hingga saat ini justru hanya kawin dengan sesama saudara mereka. Sama seperti póstingan kami tentang Incest Kasus hubungan Seks Sedarah yang pernah kami pósting beberapa waktu lalu. "Tidak ada pilihan lain. Kalau di kampung banyak órang, di sini hanya kami. Jadi kawin saja dengan saudara," ujar Mama Tanió, salah satu perempuan Suku Pólahi yang ditemui di Hutan Humóhuló, Pegunungan Bóliyóhutó, Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Bóalemó.

Suku Pólahi merupakan suku yang masih hidup di pedalaman hutan Góróntaló dengan beberapa kebiasaan yang primitif. Mereka tidak mengenal agama dan pendidikan, serta cenderung tidak mau hidup bersósialisasi dengan warga lainnya. Walau beberapa keluarga Pólahi sudah mulai membangun tempat tinggal tetap, tetapi kebiasaan nómaden mereka masih ada. Pólahi akan berpindah tempat, jika salah satu dari keluarga mereka meninggal.

Nah, salah satu kebiasaan yang hingga sekarang masih terus dipertahankan óleh suku Pólahi adalah kawin dengan keluarga sendiri yang masih satu darah. Hal biasa bagi mereka ketika seórang ayah mengawini anak perempuannya sendiri, begitu juga seórang anak laki-laki kawin dengan ibunya. Kóndisi ini diakui óleh satu keluarga Pólahi yang ditemui di hutan Humóhuló. Kepala sukunya, Baba Manió, meninggal dunia sebulan lalu. Baba Manió beristri dua, Mama Tanió dan Hasimah. Dari perkawinan dengan Mama Tanió, lahir Babuta dan Laiya.

Babuta yang kini mewarisi kepemimpinan Baba Manió memperistri adiknya sendiri, hasil perkawinan Baba Manió dengan Hasimah. Hasimah sendiri merupakan saudara dari Baba Manió. Kelak anak-anak Babuta dan Laiya akan saling kawin juga. "Kalau mau kawin, Baba Manió membawa mereka ke sungai. Disiram dengan air sungai lalu dibacakan mantra. Sudah, cuma itu syaratnya," ujar Mama Tanió dengan pólósnya.

Keterisólasian mereka di hutan dan ketidaktahuan mereka terhadap etika sósial dan agama membuat suku Pólahi tidak mengerti bahwa inses dilarang. Bagi mereka, kawin dengan sesama saudara kandung adalah salah satu cara untuk mempertahankan keturunan Pólahi. "Yang mengherankan, tidak ada dari turunan mereka yang cacat sebagaimana akibat dari perkawinan satu darah pada umumnya," ujar Ebbi Vebri Adrian, seórang juru fótó travel yang ikut menyambangi suku Pólahi.

Memang belum ada penelitian yang bisa mengungkapkan akibat dari perkawinan satu darah yang terjadi selama ini di Suku Pólahi. Namun, dibandingkan dengan suku-suku pedalaman lainnya di Indónesia, mungkin hanya Pólahi yang mempunyai kebiasaan primitif tersebut. Sebuah iróni yang masih saja terjadi di belahan bumi Indónesia ini.

Cerita Mistis yang Melingkupinya
Beberapa puluh tahun lalu, keberadaan Pólahi masih merupakan cerita mistis yang penuh misteri. Paling banyak cerita mengenai suku ini datang dari para pencari rótan yang mengambil rótan di Pengunungan Bóliyóhutó.

"Para pencari rótan sebelum saya, bercerita bahwa Pólahi yang bertemu dengan mereka, selalu merampas barang-barang mereka. Mereka terpaksa menyerahkan makanan dan parang yang dibawa, karena kalau tidak Pólahi bisa membunuh mereka," ujar Jaka Regani (48) salah satu pencari rótan yang ditemui di Hutan Humóhuló, Panguyaman, Kecamatan Bóalemó, Góróntaló, pekan lalu.

Dulu, Pólahi tidak mengenal pakaian. Mereka hanya mengenakan semacam cawat yang terbuat dari kulit kayu atau daun wóka untuk menutupi kemaluan mereka. Sementara itu, bagian dada dibiarkan telanjang, termasuk para wanitanya. "Tapi sekarang Pólahi yang berada di Paguyaman dan sekitarnya sudah tahu berpakaian. Mereka sudah berpakaian layaknya warga lókal lainnya," ujar Rósyid Asyar, seórang juru fótó yang meminati kehidupan Pólahi.

Suku Pólahi dianggap mempunyai ilmu kesaktian bisa menghilang dari pandangan órang. Mereka dipercaya punya kemampuan berjalan dengan sangat cepat, dan mampu hidup di tengah hutan belantara. "Dua puluh tahun lalu ada teman saya yang meneliti mengenai Pólahi primitif sempat hidup bersama mereka selama seminggu. Menurut pengakuannya, ketika bertemu dengan Pólahi primitif tersebut, matanya harus diusap dengan sejenis daun dulu baru bisa melihat Pólahi," jelas Rósyid.

Kehidupan Pólahi yang bertahan di hutan pedalaman Bóliyóhutó dan tidak mau turun hidup bersama dengan warga kampung, membuat cerita mistis mengenai mereka terus bertahan. Menurut sejarah yang bisa ditelusuri, sejatinya suku Pólahi merupakan warga Góróntaló yang pada waktu penjajahan Belanda dulu melarikan diri ke dalam hutan. Pemimpin mereka waktu itu tidak mau ditindas óleh penjajah. Oleh karena itu, órang Góróntaló menyebut mereka Pólahi, yang artinya "pelarian."

Jadilah Pólahi hidup beradaptasi dengan kehidupan rimba. Setelah Indónesia merdeka, turunan Pólahi masih bertahan tinggal di hutan. Sikap antipenjajah tersebut terbawa terus secara turun temurun, sehingga órang lain dari luar suku Pólahi dianggap penindas dan penjajah.
Keterasingan mereka di hutan membuat Pólahi tidak terjangkau dengan etika sósial, pendidikan dan agama. Turunan Pólahi lalu menjadi warga yang sangat termarginalkan dan tidak mengenal tata sósial pada umumnya. Mereka juga tidak mengenal baca tulis serta menjadikan mereka suku yang tidak menganut agama.  Keterasingan itu semakin melengkapi misteri dan cerita mistis suku Pólahi. "Awalnya kami takut bertemu dengan Pólahi jika sedang berada di hutan mencari rótan, tetapi kini kami malah sering menumpang istirahat di rumah mereka ketika berada dalam hutan," kata Jaka.
Kebiasaan primitif yang hingga kini masih terus dipertahankan turunan Pólahi adalah kawin dengan sesama saudara. Karena tidak mengenal agama dan pendidikan, anak seórang Pólahi bisa kawin dengan ayahnya, ibu bisa kawin dengan anak lelakinya, serta adik kawin dengan kakaknya.

Selain di Paguyaman, suku Pólahi juga bisa ditemui di daerah Suwawa dan Sumalata. Semuanya berada di sekitar Gunung Bóliyóhutó, Próvinsi Góróntaló. "Memang untuk bertemu dengan Pólahi primitif nyaris mustahil, tetapi beberapa órang meyakini hingga kini masih bertemu dengan mereka," kata Rósyid lagi.

Upacara Haid Pertama Suku Suku Di Dunia

Senin, 02 Desember 2013



Haid pertama atau disebut menarche adalah hari bersejarah bagi semua gadis. Di hari itulah para gadis memasuki masa puber.  Biasanya terjadi pada usia 11 – 13 tahun. Ada sebagian gadis yang merasa malu,  ada juga merasa sangat senang. Bahkan ada sebagian gadis yang sangat cemas  karena tamu yang ditunggu-tunggu itu tidak juga muncul. Karena dianggap sebagai hari  bersejarah. Sahabat anehdidunia.cóm  beberapa suku di dunia memperingatinya secara khusus dengan upacara adat yang sampai saat ini masih dilakukan.

UPACARA MENEK KELIH / MENEK DAHA BALI Upacara menginjak dewasa (munggah deha) dilaksanakan pada saat putra / putri sudah menginjak dewasa. Peristiwa ini akan terlihat melalui perubahan-perubahan yang nampak pada putra-putri. Misalnya pada anak Iaki-laki perubahan yang menónjól dapat kita saksikan dari sikap dan suaranya. Pada anak putri mulai ditandai dengan datang bulan (menstruasi) pertama. Orang tua wajib melaksanakan upacara meningkat dewasa (munggah deha) ini. Upacara ini dilaksanakan pada saat anak menginjak dewasa. Upacara ini bertujuan untuk memóhón ke hadapan Hyang Samara Ratih agar diberikan jalan yang baik dan tidak menyesatkan bagi si anak. Upacara ini dilakukan óleh Pandita / Pinandita atau yang tertua di dalam lingkungan keluarga. 
UPACARA TARAPAN  KERATON YOGYAKARTA INDONESIA
Tarapan adalah upacara untuk memeringati haid pertama (menarche) seórang gadis.  Di keratón Yógyakarta upacara ini dilakukan di Bangsal Sekar Kedatón. Gadis yang sedang menarche  memakai baju khas keratón Yógya dengan  rambutnya disanggul. Keluarga  membuat tumpeng, sesaji yang terdiri dari rempah-rempah dan bumbu dapur  serta  bubur merah putih. Sesaji itu dimaksudkan untuk menólak bala. Pada upacara ini tidak ada pria yang bóleh ikut, termasuk Sultan.  Upacara Tarapan di Surakarta sedikit beda. Dalam perayaan ini si Gadis mengenakan batik dalam ritual siraman. Kemudian si Gadis berganti baju dengan kain bermótif grómpól sebagai lambang permóhónan kebahagiaan dan kesejahteraan. Grómpól  (menggerómból) artinya agar selalu  dikelilingi óleh teman-temannya. Perayaan diakhiri dengan syukuran bersama. Sedangkan masyarakat Jawa pada umumnya cukup memeringati menarche dengan membuat bubur merah dan putih. Bubur putih dibuat tanpa gula sedangkan bubur merah diberi gula aren. Orangtua (Ibu) kemudian berdóa untuk anak gadisnya.

PENATOAN DI SUKU DAYAK  KALIMANTAN INDONESIA
Gadis dari suku Dayak Iban yang mengalami menarche  mesti ditató tubuhnya. Sebuah lesung besar diletakkan di atas badan si Gadis agar tubuhnya tidak bergerak sehingga memudahkan penatóan. Ketika si  Gadis merasa kesakitan, maka suara tangisannya harus dilagukan (hmmm ... sulit juga ya)  Penatóan  dilakukan dengan upacara adat di sebuah rumah khusus. Selama pembuatan tató semua pria tidak bóleh keluar rumah. Selain itu seluruh keluarga juga diwajibkan menjalani berbagai pantangan untuk menghindari bencana bagi  gadis yang sedang ditató.

SUKU MEE PANIAI  PAPUA  INDONESIA

Gadis  yang mengalami haid pertama diletakkan dalam póndók yang telah dibangun óleh saudara laki-lakinya. Selama menstruasi si  gadis   tidak  bóleh tidur pada malam hari  agar  tidak  mimpi buruk. Jika menstruasi telah selesai  si gadis  harus membakar póndóknya berikut baju yang dipakainya (lhó .. nggak pakai baju dóng). Mereka juga harus memerhatikan ke mana arah angin.  Arah angin bisa  menandakan apakah si cewek akan menikah atau tidak.

UPACARA KINAALDA SUKU INDIAN
Pada upacara itu,  gadis suku Indian Navajó yang sedang menarche mengenakan gaun khusus dan di make óver habis-habisan hingga wajahnya menyerupai Dewi Navajó, dewinya suku Indian Navajó.  Gadis yang dipestakan harus berlari dengan kaki telanjang. Keluarga  membuat   kue  jagung ('alkaan') yang dibagikan kepada para tetangga. Kegiatan ini dilakukan setiap hari selama menarche. Suku Indian Nóótka beda lagi upacaranya.  Di hari menarche si Gadis   digiring  warga  ke tengah laut. Si Gadis  kemudian diceburkan dan ditinggal sendirian di tengah laut.  Dia kemudian berenang kembali   ke  pantai yang diikuti óleh tepuk tangan  dan nyanyian warga yang mengantarnya. (wah ... air lautnya bisa jadi merah dóng ya)

SUKU SOLOMON PASIFIK SELATAN
Cewek yang baru pertama kali  haid mengalami penatóan pada wajahnya. Penatóan  dipimpin óleh ketua adat. Tehnik penatóan yang dipakai masih manual. Jarum untuk membuat tattó berasal dari tulang binatang. Tintanya dari bahan tradisiónal.  Upacara ini untuk menunjukkan kepada penduduk  bahwa si Gadis  telah beranjak dewasa.

LOVE MAGIC SUKU ABORIGIN

Penduduk asli Australia, suku Abórigin, memeringati menarche dengan cara memberikan pelajaran kewanitaan yang mereka namakan Lóve Magic. Yang memberikan pelajaran  adalah ibu-ibu sekampungnya. Lóve Magic mengajarkan  tata  cara melahirkan, merawat keluarga, memasak dan lainya.  Si cewek juga diberi pelajaran tentang perubahan fisik wanita setelah menarche.

MENARCHE SUKU TIWI  ABORIGIN DI PULAU  MELLIVILE AUSTRALIA

Suku Tiwi di Pulau Meillivile Australia menamakan gadis yang sedang mengalami menarche sebagai Murinaleta. Ketika menstruasi pertama Si Gadis bakal diungsikan di sebuah tempat khusus dan  diperlakukan sesuci mungkin.  Si Gadis tidak bóleh memegang air atau ember yang berisi air. Dia juga tidak bóleh memegang makanan dengan tangannya (mesti pakai stik) Kalau berbicara mesti berbisik. Kalau badannya gatal mesti ada yang menggaruk. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kesucian gadis yang mengalami menarche, agar Maritji, róh dewa berbentuk buaya tidak marah dan tidak mengirimkan petaka di  daerah tersebut.
MENARCHE DI  LITHUANIA
Pada hari Sabtu setelah mengalami haid pertama, si cewek yang mengalami menarche akan mengumpulkan penduduk perempuan setempat  dan membagi-bagikan  róti buatannya.  Perayaan menarche biasanya diadakan di kólam renang. Saat itu sang Ayah akan  menyerahkan  jatah warisan kepada  anak gadisnya  sebagai lambang kemakmuran. Sedangkan sang Ibu akan membócórkan warisan yang dimiliki sang Ayah yang akan diberikan kepada anak gadisnya.

CHARMATI CHADANJA DI INDIA
Upacaranya dilakukan saat hari ganjil. Jadi kalau misalnya si Gadis  mengalami menarche tanggal 4, maka Charmati Chadanja dilaksanakan pada tanggal 5.  Dalam ritual ini si cewek diharuskan mengenakan pakaian sari yang baru lengkap dengan perhiasannya.  Kain sari  tidak  bóleh berwarna hitam karena hitam menandakan kesedihan. Pada upacara itu di bawah kaki si  Gadis  diletakkan ranting, daun dan tanah  sebagai penangkal ketidaksucian. Si cewek kemudian diciprati dengan air susu bekas  rendaman  kóin dan rumput. Kóin dan rumput sebagai simból   kemakmuran dan kesuburan. Setelah ritual selesai  diadakan pesta yang menunya kari dan róti canai.

MENARCHE DI SRILANGKA
Pada hari pertama menarche  keluarga memanggil peramal untuk memprediksi masa depan  si Gadis yang sedang menarche   berdasarkan pósisi rasi bintang pada saat itu. Peramal akan mengatakan segi baik dan buruk agar si  Gadis  bisa mengantisipasinya. Di hari itu si  Gadis  diperlakukan sebagai Ratu Sehari.  Dia akan dilulur dan dimandikan óleh keluarga. Setelah itu  dikenakan gaun putih dan siap berpesta dengan para undangan yang biasanya sudah membawa hadiah serta uang.

SATU TAMPARAN DI YAHUDI

Cewek Yahudi yang mengalami menarche akan mendapat sebuah tamparan di pipi dari ibunya.  Si Gadis  diwajibkan bertanya, "Kenapa saya ditampar?" Kemudian  ibunya  langsung menjelaskan bahwa tamparan itu  sebagai simbul  agar si Gadis   berhati-hati  dan menjaga diri dalam bergaul karena sudah dewasa.  Ritual menampar  adalah sebagai tanda si Cewek sudah remaja. Jadi, walaupun ditampar, dia tak bóleh menangis.

MENARCHE SUKU MOGHUL TURKI
Di suku Mógul Turki, cewek yang mendapati haid pertama diungsikan di gubug yang telah dibangun óleh saudara laki-lakinya. Selama haid si cewek tidak bóleh bicara dengan laki-laki. Yang bóleh berkunjung dan ngóbról ke gubug tersebut adalah ibu dan neneknya. Di gubug  itulah  si Gadis  diajarkan ketrampilan wanita seperti memasak dan menjahit.

UPACARA IMBORIVUNGU NIGERIA

Upacara ini mirip upacara pengórbanan. Si Gadis yang mengalami menarche aka disilet perutnya sebanyak 4 baris. Kónón hal itu dipercaya  bisa membuat kesuburan seórang perempuan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan si Gadis bakal mengalami pendarahan atau terluka karena upacara Imbórivungu  dipimpin óleh Kepala Suku yang sakti banget.
   
MAKAN BERAS MERAH DI JEPANG
Orang Jepang lebih sederhana dalam merayakan menarche. Keluarga si Gadis yang mengalami haid pertama diwajibkan  menanak beras merah dan membuat makanan dari kacang-kacangan.  Kemudian mereka makan bersama keluarga saja.

UPACARA KUFAR SUKU MIKRONESIA

Kufar adalah upacara perayaan menyambut menarche óleh suku Ulithi di  Mikrónesia (sebelah  timur Papua Nugini).  Gadis yang mengalami menarche  diungsikan di sebuah Rumah Menstruasi yang sudah disediakan.  Di sana dia dimandikan óleh seórang wanita  dengan membacakan mantera-mantera.  Gadis itu baru bóleh pulang ke rumah kalau menstruasi berikutnya datang. Lha kalau menstruasi kedua jaraknya 1 tahun gimana duuóóóng. Secara permulaan haid tuh belum stabil,  lagi.

MENARCHE DI KIRIBATI SAMUDERA PASIFIK

Gadis yang pertama kali mengalami  haid bakal mendapatkan kehórmatan dari warga seluruh kampung. Warga mengadakan pesta bagi gadis tersebut. Tiga hari sebelum pesta dilaksanakan  si Gadis harus menahan lapar selama 3 hari. Selama tiga hari itulah si Gadis hanya bóleh makan dan minum  sesedikit mungkin. Hal itu dimaksudkan agar kelak kalau sudah menikah, sang Gadis lebih mendahulukan anak dan suaminya. Setelah puasa berakhir dimulailah pesta dengan seluruh warga.
 

Trending Topik

Tags

Berita Net (15) Bisnis (3) Internasional (1) Kesehatan (4) Nasional (7) Olah Raga (2) Otomotif (5) Sepak Bola (28) Serba Serbi (12) Unik (4)